GERBANGDESA.COM SAMPIT – Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) di salah satu desa wilayah Kecamatan Pulau Hanaut, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, melarang pemilih untuk membawa ponsel, tas, topi dan masker masuk ke bilik suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Hal itu sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 25 Tahun 2023, Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 28 yang secara eksplisit melarang pemilih membawa ponsel atau alat perekam gambar lainnya ke dalam bilik suara.
Pantauan gerbang desa, mengenai adanya larangan itu faktanya banyak yang tidak mengetahuinya, sehingga ada saja sejumlah pemilih tetap tidak mematuhi aturan baru tersebut.
“Yang bawa hp harap dititipkan ke panitia sebelum ke bilik suara,” ucap salah seorang panitia menginformasikan kepada seluruh pemilih yang hadir ke TPS di halaman kantor desa, Rabu 27 November 2024.
Hanya saja, calon pemilih merasa kaget dan menggerutu dalam hati karena tidak ada sosialisasi sebelumnya dari panitia terhadap masyarakat desa tentang adanya larangan tersebut.
Selain itu, yang dilarang panitia bukan hanya bawa ponsel bahkan topi, masker, termasuk rokok menyala ke dalam bilik suara, sedangkan dalam aturan tidak mengatur tentang bawa tas, topi maupun pakai masker.
“Terpaksa ikuti saja karena saya tidak tahu ada larangan bawa ponsel, bahkan topi dan tas,” celetuk salah seorang pemilih setelah melakukan pencoblosan.
Sekedar diketahui, adanya aturan tersebut menurut KPU, salah satu prinsip dasar yang dijaga dengan ketat adalah asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luberjurdil).
Asas rahasia menjadi sangat penting dalam Pilkada, terutama dalam menjaga kerahasiaan hak pilih pemilih.
Membawa ponsel atau alat perekam lainnya ke bilik suara bisa berpotensi merusak asas tersebut, karena bisa digunakan untuk mendokumentasikan pilihan pemilih, yang dapat mengganggu independensi serta kerahasiaan proses pemilihan.
Jika ketahuan memotret atau mendokumentasikan pilihan di dalam bilik suara, pemilih dapat dikenai sanksi pidana.
Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pelanggaran terkait dokumentasi pemilihan bisa berakibat pada hukuman pidana berupa kurungan maksimal satu tahun atau denda Rp 12 juta. (fin/fin)