GERBANGDESA.COM, BANGKA – Permasalahan perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit (PKS) menjadi perbincangan hangat dalam acara Ngobrol Bareng Politisi 2024 (Ngopi 024) yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk anggota DPRD Provinsi Bangka Belitung.
Pada acara tersebut, sejumlah narasumber menyampaikan pandangan dan solusi terkait permasalahan sawit di wilayah tersebut.
Salah satunya, Wakil Ketua DPRD Bangka Belitung, Beliadi, mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut diduga banyak tidak memenuhi kewajiban mereka terhadap masyarakat, khususnya terkait dengan kewajiban plasma sebesar 20 persen.
“Hampir seluruh perusahaan PKS itu, tidak terpenuhi plasma 20 persen. Pengamatan banyak hak masyarakat yang terabaikan dan tidak terpenuhi, sehingga kami sepakat membentuk pansus dan sekarang sedang bekerja,” ucap Beliadi yang dilansir dari bangkapos.com, Selasa 10 Oktober 2023.
Sebagai respons, DPRD membentuk pansus stabilitas harga tandan buah segar (TBS) sawit dan izin perkebunan sawit untuk meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut.
Pansus ini bertujuan untuk mengatasi polemik yang telah terjadi dan meminimalisirnya.
“Melalui pansus apa yang tidak benar akan kami benahi, apa yang kurang akan kami perintahkan cukupkan agar mereka bisa memberikan hak-hak masyarakat,” tegasnya.
Wakil Ketua Pansus Stabilitas Harga TBS Sawit dan Izin Perkebunan Sawit DPRD Bangka Belitung, Eka Budiartha, menjelaskan bahwa polemik muncul akibat perusahaan sawit yang tidak mengikuti harga yang telah ditetapkan.
Harga sawit yang bervariasi menjadi sumber permasalahan, dan banyak perusahaan membuat harga yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk menstabilkan harga dari petani hingga pabrik.
“Mereka membuat harga itu beda-beda, semestinya ini perlu distabilkan agar harga ditingkat petani sampai pabrik itu sama dan ini menjadi persoalan. Yang terjadi adalah multitafsir terhadap Kementan 1 tahun 2018 seolah-olah harga yang ditetapkan itu, hanya untuk petani plasma padahal dalam permentan tidak diatur karena yang diatur adalah kemitraan,” ujarnya.
Kabid Pertanian Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bangka Belitung, Aprilogra menambahkan, sejumlah perusahaan belum memenuhi kewajiban dalam memenuhi hak masyarakat.
“Ada 53 perusahaan jadi kalau berbicara perkebunan sawit, tidak terlepas dari fasilitasi pembangunan kebun sawit. Jadi memang perusahaan wajib memfasilitasi 20 persen kebun untuk masyarakat apakah dengan pola kemitraan, bagi hasil atau hibah,” kata Aprilogra.
Oleh karena itu, ia berharap perusahaan dapat memperhatikan hak dan dampak keberadaan mereka pada masyarakat.
“Untuk fasilitasi kebun masyarakat karena sudah aturannya, memang harus dipenuhi oleh perusahaan. Kami dari dinas menyambut baik, adanya pansus yang bisa membantu kinerja kami di lapangan,” bebernya.
Ketua Apkasindo Bangka Tengah, Maladi, mendukung keberadaan Pansus sebagai upaya untuk mengatasi polemik perkebunan sawit.
Dia berharap agar pansus ini bisa mengawal proses dari awal hingga akhir dan tidak terhenti di tengah jalan.
“Kami berharap banyak dengan pansus karena kami mendukung kinerjanya, saya harap pansus ini bisa mengawal dari awal hingga akhir jangan sampai ditengah jalan masuk angin,” ungkap Maladi. (*)
Artikel ini telah tayang di BangkaPos.com dengan judul Banyak Perusahaan Sawit di Babel Diduga Tidak Penuhi Plasma 20 Persen, DPRD Babel Bentuk Pansus”.