Kamis, September 19, 2024

Pajak Tempat Hiburan 40-75%, Ini Penjelasannya

Date:

Share post:

GERBANGDESA.COM JAKARTA – Tarif pajak hiburan dianggap sangat memberatkan. Pasalnya, tarif minimal 40% dan maksimal 75%.

Namun, tarif tersebut tidak berlaku bagi seluruh sektor industri atau usaha jasa hiburan.

Dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) sektor jasa hiburan yang dikenakan besaran tarif itu hanya untuk jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Sisanya, di luar itu paling tinggi sebesar 10%.

“Tarif tersebut hanya berlaku untuk jasa hiburan berupa diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa. Dengan kata lain, tarif pajak hiburan selain itu masih tetap 10% paling tinggi,” ucap Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono yang dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa 16 Januari 2024.

Sektor usaha hiburan yang bisa dikenakan tarif hingga 75% itu sebetulnya juga berkurang dibanding ketentuan lama, yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

BACA JUGA:  Kotim Hanya Pungut Pajak 5% Hasil dari Galian C

Pasal 45 UU itu menyebutkan khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pajaknya dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75%.

Dalam UU PDRD pun tarif pajak hiburan di luar sektor khusus itu ditetapkan paling tinggi sebesar 35%, lebih tinggi dari tarif di UU HKPD yang sebesar 10% khusus untuk di luar jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Pagelaran busana, kontes kecantikan, permainan ketangkasan, dan panti pijat pun dikeluarkan dari UU HKPD.

Prianto menekankan, artinya besaran tarif yang meningkat dalam UU HKPD karena ada batasan minum 40% itu akan mempengaruhi konsumsi di sektor tersebut. Karena, pajak selain berfungsi untuk meningkatkan penerimaan APBN/APBD), juga fungsi untuk mengatur perilaku masyarakat.

BACA JUGA:  Kemenkeu Sebut Alami Kerugian PNBP Sekitar 650 Miliar Jika Penerapan SIM Seumur Hidup

“Memang tarif tersebut cukup tinggi sehingga berpotensi penurunan konsumsi masyarakat atas hiburan,” tegas Prianto.

Pernyataan serupa disampaikan Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis atau CITA Fajry Akbar. Bahkan ia memperkirakan, daerah yang penerimaannya bergantung pada sektor usaha hiburan yang terdampak tarif itu akan terdampak.

“Daerah yang ekonominya bergantung pada wisata hiburan malam seperti Bali, tarifnya jangan terlalu tinggi agar mampu bersaing dengan sektor pariwisata luar. Kalau tak salah, bali sebelumnya punya tarif 15%. Lalu naik menjadi 40%-75%, wajarlah mereka pada protes. Yang mejadi biang masalah adalah penentuan tarif minimum 40%,” tutur Fajry.

Artikel Lainnya

NasDem Harap MK Untuk Sistem Pemilu 2024 Secara Terbuka

JAKARTA, gerbangdesa.com - Mahkamah Konstitusi (MK) akan segera mengambil keputusan tentang pengendalian yudisial sistem pemilu. NasDem berharap majelis...

Penyebab Logo PKS dan Gelora Tidak Terpampang Pada Brosur KPU Surabaya

SURABAYA, gerbangdesa.com - komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya membagikan brosur atau flyer kepada masyarakat tanpa  logo PKS...

Desa Pondok Damar Gelar Rembuk Stunting Hasilnya Diusulkan Melalui RKPDes 2025

GERBANGDESA.COM SAMPIT - Pemerintah Desa Pondok Damar, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, menggelar Rembuk...

Desa Wisata Sanankerto Punya 115 Spesies Bambu, Ini Kata Menparekraf

Ekowisata boon pring Desa Wisata SanankertoGerbang Desa - Desa Wisata Sanankerto, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, dianggap mempunyai...
error: Content is protected !!