GERBANGDESA.COM, KUPANG – Sejumlah murid di SD Negeri Fuihieng di Desa Mataru Timur, Kecamatan Mataru, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT), terpaksa dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) menggunakan kelas darurat.
Di dalam ruangan kelas itu terlihat lantainya hanya beralaskan tanah, atap dan dinding dipasang daun kelapa. Kondisi ini terjadi sejak 2022 atau dalam kurun waktu hampir dua tahun berjalan. Penyebabnya, proyek pembangunan sekolah tersebut “mangkrak“.
“Proyek di SD itu pembangunannya ada beberapa ruangan, yang sebelumnya telah dirobohkan, dan ruangan lain di pakai sebagai gudang untuk simpan material. Sehingga anak-anak menjalankan KBM di sekolah darurat. Sedihnya pembangunan sekolah tersebut progresnya baru sekian persen. Kasihan anak-anak akhirnya menjadi korban,” ucap Camat Mataru Antonius Atakari yang dilansir dari pikiran-rakyat.com, Kamis 5 Oktober 2023.
Melihhat kondisi kelas tempat murid menuntut ilmu pengetahuan yang cukup mempriihatinkan, Atakari mengkhatirkan dalam waktu dekat ini jika masuk musim penghujan, maka proses belajar mengajar di sekolah tersebut tidak jalan.
Untuk itu, Atakari mengharapkan kepada Kantor Balai PUPR di Kupang sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan solusi yang tepat berkaitan dengan nasib pembangunan sekolah, sehingga anak-anak tidak menjadi korban.
Menurut Atakari, selain di SD Fuiheng, kondisi memprihatinkan berkaitan dengan pelaksanaan proyek pembangunan sekolah yang ditangani Kantor Balai PU NTT di Kecamatan Mataru.
“Pembangunan SD Negeri yang dianggap ‘mangkrak’ tidak hanya di SD Fuihieng, bahkan ada dua sekolah negeri lainnya yakni, SD Negeri Eybeki, SD Negeri Melati,” ujar Atakari saat dikonfirmasi diruang kerjanya, baru-baru ini.
Sekedar diketahui, terkait dengan pelaksanaan proyek sekolah yang dikerjakan oleh Kantor Balai PUPR Prasarana Wilayah NTT ini, sejumlah pihak dengan tegas minta kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun ke lokasi guna melakukan pemeriksaan, karena proyek yang dikerjakan oleh PT. Tri Karya Marada untuk kegiatan regular dan PT. Araya Flobamora Perkasa dengan skema penangganan bencana belum menyelesaikan pekerjaannya hingga batas waktunya.
Anehnya, dugaan proyek ini meski belum selesai dikerjakan akan tetapi oleh PPK telah melakukan PHO, bahkan informasi yang ada dana proyek ini sudah dicairkan 100 persen , karena anggaran retensi proyek itu di luar dari sejumlah sekolah yang telah di PHK juga telah dicairkan.
“Kami harapan aparat kepolisian setempat turun lapangan periksa pelaksanaan proyek ini karena diduga telah melanggar aturan. Proyek ini dari kontraktor ke sub dan informasinya ada pemotongan besar, sehingga kualitas pekerjaannya perlu diperiksa selain mekanismenya, karena nanti yang dirugikan adalah masyarakat Kabupaten Alor,” kata aktivis PMKRI Cabang Alor, Rian Hemat dan Juan. (*/2d)