SRAGEN – Di Dukuh Gebang Kota, Desa Gebang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, terdapat Gua Mangkubumi yang dianggap masyarakat setempat sebagai pertapaan Pangeran. Letak gua ini mudah dijangkau karena tidak jauh dari permukiman penduduk.
Gua yang berada di bawah pohon beringin itu diyakini sebagai tempat pertapaan Pangeran Sukowati. Perlawanan sang pangeran terhadap pasukan Belanda dikenal dengan peperangan Mangkubumen dalam rentang waktu 1746-1757.
Merasa keberatan dengan langkah Paku Buwono (PB) II yang menjalin kerja sama dengan VOC, Pangeran Mangkubumi memilih keluar dari Keraton Surakarta. Sempat mendirikan pemerintahan Projo Sukowati di Desa Pandak Karangnongko, Desa Krikilan, Masaran, Pangeran Mangkubumi akhirnya bergerilya ke Gebang dengan alasan keamanan.
Meski Pandemi Belum Usai, Partisipasi Pemilih di Pilkada Klaten Tetap Ditarget Tinggi Di Gebang, Pangeran Mangkubumi memiliki tempat yang nyaman untuk bersemedi sekaligus bersembunyi dari kejaran pasukan Belanda. Tempat tersebut adalah sebuah gua yang berada di tepi sungai.
“Sampai sekarang, gua itu kadang masih dikunjungi oleh orang-orang yang mau bertapa. Kalau sudah di dalam gua, biasanya bisa sampai 2-3 malam tidak keluar,” ujar Giman, 60, warga setempat yang tinggal tak jauh dari gua kala berbincang.
Kebanyakan orang yang bertapa di gua tersebut karena ingin hajatnya dikabulkan. Entah mereka ingin naik pangkat atau mengincar jabatan penting. Namun, ada pula yang berniat mencari pusaka.
“Orang yang bertapa itu biasa datang dari berbagai daerah di luar kota mulai dari Surabaya hingga Jakarta. Saya sebagai warga sini, malah belum pernah masuk gua itu. Paling hanya melongok di mulut gua. Di dinding gua, saya pernah melihat ada lukisan wayang,” ucap Giman, salah seorang warga setempat yang dilansir melalui Solopos.com.
Pada zaman dahulu, warga sekitar rutin menggelar jembulan atau sedekah desa setiap selesai panen kedua setiap tahun. Sedekah desa itu biasa digelar di pelataran tak jauh dari gua tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi sedekah desa itu hilang dengan sendirinya.
“Saya tidak tahu kedalaman gua itu, tapi menurut cerita para sesepuh, gua itu pernah jadi tempat persembunyian warga satu kampung saat pasukan Belanda datang,” kataTumiyatun, warga setempat. (*)