JAKARTA, gerbangdesa.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan pemerintah baru melunasi utang Rp 166,5 triliun hingga Juni 2023 atau 23,9 persen dari target tahun ini. Ani, sapaan akrabnya, mengatakan, persiapan pembiayaan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 akan dilakukan melalui utang sebesar Rp696,3 triliun.
“Namun karena penerimaan negara sangat kuat dan kita disiplin, sampai semester I hanya Rp 166,5 triliun. Padahal, total pembiayaan utang tahun ini seharusnya Rp 696,3 triliun, yaitu kita baru mencapai 23,9 persen dari target dan ini turun 15,4 persen dibanding konferensi pers tahun lalu.”
Dia menegaskan, APBN sedang diremajakan dan dikonsolidasikan secara luar biasa cepat dan kuat. Kinerja ekonomi Indonesia juga tetap ditopang oleh data ekonomi yang terus menunjukkan pemulihan dan pertumbuhan.
Ani mengatakan tren ini harus dipertahankan, mengingat situasi global masih ditandai dengan kenaikan suku bunga dan volatilitas yang tinggi. Ia ingin paparan pembiayaan utang tetap pada tingkat yang aman.
“Ini merupakan bentuk langkah konkrit untuk memastikan, yakni mengurangi pembiayaan utang dan menjaga defisit APBN kita pada posisi yang dapat dibiayai secara aman dan terjangkau,” pungkasnya.
Rincian realisasi pembiayaan utang Indonesia hingga semester I 2023 adalah surat berharga negara (SBN) Rp 157,9 triliun dan sisanya Rp 8,6 triliun dalam bentuk pinjaman. Rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap dikritik berbagai pihak terkait utang tersebut. Sri Mulyani menanggapi kritik tersebut dengan mengatakan bahwa kritik tersebut tertinggal jauh.
“Jadi kalau di ruangan ini kamu cuma bilang, ‘Wah, Bu Menkeu terlilit utang, kamu ketinggalan kereta jauh’,” ujarnya di Jakarta, Kamis (20/7) lalu.
Dikatakannya, utang merupakan salah satu instrumen yang digunakan tidak hanya oleh Indonesia, tetapi juga oleh banyak negara lain untuk menghadapi berbagai tantangan ekonomi di tengah keterbatasan keuangan negara.
Misalnya, untuk membiayai krisis iklim, diperlukan dana yang sangat besar dan tidak cukup hanya bergantung pada APBN. Ani menekankan hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, apalagi krisis iklim menjadi tantangan nyata bagi Indonesia. (*/ary)
sumber : cnnindonesia.com