GERBANGDESA.COM, SALATIGA – Zaman teknologi canggih saat ini terutama penggunaan website maupun media sosial apalagi pengelola media pemerintah diminta tidak main-main dalam membikin konten dan memublikasikannya. Pasalnya, media pemerintah seringkali menjadi rujukan media mainstream maupun masyarakat.
Demikian disampaikan Pengurus PWI Jawa Tengah Bidang Pendidikan Alkomari, pada Bimbingan Teknis Kontributor Berita Daerah di Hotel Grand Wahid Salatiga yang dilansir melalui jatengprov.go.id, Minggu 27 Agustus 2023.
Alkomari mengakui bahwa di tengah merebaknya informasi di media sosial, masyarakat membutuhkan rujukan dari media mainstream, termasuk media pemerintah. Sebab, kebanyakan informasi di media sosial dinilai tidak valid, tidak dapat dipertanggungjawabkan, kurang lengkap, serta tanpa ada saringan.
“Sekarang banyak media mainstream yang merujuk media pemerintah. Kalau tidak lengkap, tidak bisa dipertanggungjawabkan, berarti sama saja menjerumuskan media-media lain,” tegas Alkomari.
Dia menambahkan, ketika media pemerintah mulai jadi rujukan, pengelolanya juga harus mengikuti tuntutan pasar yang serba cepat. Sehingga, berita yang ditayangkan pun tidak basi. Namun, tetap pegang teguh prinsip penulisan, yakni akurat baik narasumber maupun informasi, berimbang, dan jelas, bisa dipertanggungjawabkan.
“Perkuat data, seperti angka kemiskinan, stunting, pertumbuhan ekonomi, kunjungan wisata, harus kuat datanya dan sesuai kompetensi. Artinya, sumber harus sesuai, jangan salah minta data. Kemudian, data itu diverifikasi, disampaikan dengan cepat dan akurat,” ujar Alkomari.
Dia juga menekankan kepada pengelola media pemerintah, agar tidak menjadi jurnalisme instan yang banyak mengutip media sosial. Jangan juga tergiur jurnalistik click bait yang mengedepankan konten bombastis dan sensasional. Jangan mengangkat iso normatif pemerintah karena masyarakat suka konten yang kreatif, serta menghindari konten seremonial pemerintahan.
“Event gunting pita hanya untuk laporan di internal kantor bapak ibu. Biasakan disiplin verifikasi, buat konten berbasis data, hindari konten berpotensi SARA, responsif, cepat memublikasikan informasi, serta kreatif dan inovatif,” kata Alkomari.
Sementara itu, fotografer nasional Sutomo menambahkan, tak hanya tulisan, keberadaan foto juga dapat menarik perhatian pembaca. Dia menekankan, foto harus bisa bercerita atau berbicara. Hal itu berlaku juga untuk fotografer pemerintah.
Demikian juga untuk fotografer humas, kata Sutomo, harus memahami foto kehumasan, selain teknik fotografi. Jangan pernah lelah berlatih untuk menajamkan intuisi.
“Tugas fotografer humas tidak hanya memotret kegiatan kantor, kemudian mengirim ke media, tapi juga menekankan komunikasi,” ujarnya.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Tengah Riena Retnaningrum menyampaikan, pengelola atau admin media pemerintah harus memiliki integritas, pengetahuan, dan talent, sehingga menjiwai pekerjaan yang dijalani. Terlebih, dalam memproduksi konten di website jatengprov.go.id.
“Apalagi kabupaten/ kota, terutama desa, sudah mendapat dana desa yang luar biasa. Banyak inovasi-inovasi yang sudah dilakukan, tinggal bagaimana membikin potensi desa itu viral,” sarannya. (*/fin)